Selasa, 15 September 2009
Sejarah Vespa
Ada sebuah ungkapan yang mengatakan bahwa “untuk berdamai maka mulailah perang.” Akhir sebuah peperangan ataupun konflik di sebuah wilayah selain membuahkan perdamaian, kadang juga tidak pernah terduga. Keadaan yg tidak terduga ini dapat berupa macam-macam bahkan tidak masuk akal, diantaranya adalah semakin populernya salah satu jenis kendaraan roda dua yakni Vespa. Perang yang berkecamuk di benua Afrika dalam dekade 1960'an memberikan dampak yang irasional terhadap popularitas Vespa khususnya di tanah air tercinta ini. Sebagai bagian dari kepedulian Bangsa Indonesia terhadap perdamaian dunia, maka setelah berakhirnya Perang Congo (negara ini beberapa kali berganti nama Congo, Zaire, Congo) tanggal 31 Juli 1960 PBB mendaulat Republik Indonesia untuk mengirimkan pasukannya guna menjadi bagian dari pasukan penjaga perdamaian di Negara Congo. Wujud kepedulian yang tinggi atas perdamaian dimuka bumi, Bangsa Indonesia mengutus pasukan terbaiknya ke Congo dengan sandi Pasukan Garuda Indonesia melalui beberapa kali pendaratan.
Setelah tugas sebagai pasukan penjaga perdamaian diselesaikan, Pasukan Garuda Indonesia menerima tanda penghargaan dari Pemerintah Republik Indonesia, dimana salah satunya berupa Vespa (dari beberapa sumber mengatakan bahwa dalam pemberian itu juga ada yang berbentuk uang dan beberapa peti jarum jahit). Terlihat disini Vespa sesungguhnya telah mengikat kita (para scooteris) dengan bangsa kita dalam kancah internasional, walaupun tidak pernah tertulis dalam tinta emas sejarah republik ini.
Menarik disimak bahwa penghargaan Vespa tersebut juga tidak terlepas dari tradisi dalam dunia kemiliteran. Beberapa sumber mengatakan bahwa untuk Vespa yang berwarna hijau 150 cc ditujukan bagi tentara yg lebih tinggi tingkat kepangkatannya, sementara yang berwarna kuning dan biru 125 cc untuk tingkat kepangkatan yang lebih rendah. Selain itu guna melengkapi jati diri atas Vespa dimaksud juga di sematkan tanda nomor prajurit yang bersangkutan, pada sisi sebelah kiri handlebar (stang) yang berbentuk oval terbuat dari bahan kuningan serta sebuah piagam penghargaan yang menyertainya.
Setelah itu maka pada tahun-tahun tersebut ramailah Vespa dengan sebutan Vespa Congo berseliweran di jalan-jalan, sebuah Vespa baru yang menambah tipe Vespa sebelumnya telah hadir. Kondisi ini ternyata juga memberikan dampak positif bagi penjualan Vespa di tanah air saat itu. Vespa Congo yang berbentuk bulat telah memberikan konstribusi berupa iklan gratis bagi importir Vespa di Indonesia. Perkembangan ini kemudian menimbulkan semacam stigma disini bahwa Vespa yg berbentuk bulat ya…Vespa Congo.
Jadi jangan heran apabila saat ini generasi sebelum kita menyebut Vespa bulat dengan sebutan Vespa Congo, walaupun Vespa yang dimaksud sesungguhnya adalah Vespa keluaran tahun 1962 atau Vespa keluaran tahun 1965 misalnya (hal ini pernah penulis alami saat menanyakan pada seseorang yang cukup berumur sedang bersama vespanya dan dia bilang ini Vespa Congo…, ya…sudahlah).
Seiring dengan perjalanan waktu maka mulailah sebuah evolusi kepunahan atas Vespa Congo di tanah air terjadi. Banyak sebab yang menjadikan hal tersebut terjadi, seperti telah dijualnya Vespa dimaksud oleh pemilik aslinya atau ada beberapa bagian yang rusak berat sehingga sangat sulit untuk diperbaiki. Hal ini mengingat terbatasnya jumlah Vespa jenis tersebut yang disebabkan keberadaannya juga sangat signifikan dengan jumlah tentara kita yang menerima. Walaupun penulis pernah menemui Vespa jenis tersebut yang bukan milik Pasukan Garuda Indonesia (sepertinya pernah juga Vespa jenis tersebut masuk ke Indonesia melalui importir Vespa waktu itu ), namun tetap saja pasokan akan suku cadang maupun hal-hal lain yang menyertainya, seperti spakbor depan atau speedo meternya sangat minim tersedia. Tidak demikian halnya dengan Vespa jenis lain yang masih banyak diproduksi walaupun oleh rumah produksi lokal.
Dengan kondisi tersebut di atas maka Vespa Congo mulai masuk daftar sebagai salah satu The Most Wanted Vespa in Indonesia, yang dijadikan tunggangan scooteris maupun sebagai barang koleksi bagi kolektor Vespa.
Saudara Kandung Vespa Congo
alah satu keunikan Vespa Congo adalah Vespa jenis tersebut tidak diproduksi oleh Italy melainkan oleh German. Dengan berbahan baku plat baja yang lebih keras dari pada Vespa bulat umumnya, Vespa Congo memiliki tingkat kelengkapan lebih dari pada Vespa made in Italy yang umum beredar di Indonesia (VBB1T maupun VBB2T). Vespa Congo adalah bukti penetrasi scooter produk Italy yang merambah dunia. Untuk dapat mengetahui hal ini dapat dimulai dari perkembangan Vespa di German.
Jacob Oswald Hoffmann adalah pemilik pabrik sepeda di Lintorf, sebuah kota yang terletak di Utara Dusseldorf. Dia membangun sendiri pabrik tersebut dengan membeli sebidang tanah yang diatasnya telah berdiri beberapa gedung bekas pabrik pacul/cangkul setelah berakhirnya perang. Suatu ketika pada awal 1949 ia mendapati beberapa foto vespa hasil jepretan wartawan berada diatas meja kerjanya. Dari sini ada perbedaan yang fundamental, kemudian Hoffman mencari tahu lebih banyak mengenai objek foto tersebut.
Kesempatan datang saat di Frankfurt Show, dimana Hoffmann dan Vespa bertemu langsung untuk pertama kalinya. Dari sana kemudian Hoffmann berkeinginan membangun pabrik Vespa di Lintorf. Ia kemudian mengajukan kepada Piaggio untuk diberikan lisensi membangun Vespa bagi pasar German.
Piaggio sangat mendukung permintaan Hoffmann tersebut. Mereka kemudian melihat secara langsung kemungkinan akan pasar Vespa di German dan mendapatkan bahwa Vespa dapat diterima oleh pasar German. Langkah berikutnya adalah mereka mengadakan pendekatan kepada beberapa importir, akan tetapi para importir tersebut tidak ada yang berminat. Penundaan ini diminimalisir dengan mempercepat penandatanganan kesepakatan kerjasama diantara keduanya, dan mulailah Hoffmann sebagai pemilik lisensi utama atas produk Vespa untuk seluruh German Barat juga sebagian pasar Vespa di bagian Utara negara tersebut dan berhak atas export ke Belanda, Belgia serta Denmark. Pertanggung jawaban penjualan untuk wilayah bagian Selatan negara tersebut ditangani oleh Vespa Marketing GmbH di Frankfurt.
Vespa ternyata cepat populer di German, media massa mengangkatnya sebagai produk yang inovatif dan stylis serta memuji Piaggio atas ciptaanya berupa kendaraan transportasi roda dua yang sangat menarik. Tahun 1953, pabrik Hoffmann telah memproduksi lebih dari 400 unit Vespa setiap minggunya. Akan tetapi memasuki tahun-tahun berikutnya angka produksi menurun hingga setengahnya. Dalam kondisi perekonomian German yang tidak menguntungkan tersebut, Hoffmann percaya akan jalan keluarnya yaitu tetap pada jalur kompetisi dan ia menciptakan Vespa dengan performa yang lebih bagus.
Kemudian ia menciptakan Vespa dengan sebutan model Konigin yang terlihat gagah dengan ditambahkan sentuhan chromm serta lampu depan dan lain sebagainya. Biaya pengembangan Konigin ternyata sangat mahal, dan membahayakan kondisi keuangan Hoffmann. Pembuatan scooter jenis baru lainnya juga menjadikan kerjasama antara Hoffmann dengan Piaggio terputus, memasuki awal tahun 1955 kongsi keduanya bubar.
Piaggio kemudian menjalin hubungan dengan Messerschmitt Co., yang kemudian mengeluarkan produksi Vespa pertama di tahun 1955. Mereka mengeluarkan dua model yaitu 150 Touren dan GS yang diklaim lebih dahsyat. Mereka juga menyediakan purna jual dan service serta spare part bagi Vespa produksi Hoffmann. Kerjasama ini berlanjut hingga akhir tahun 1957.
Setelah itu berdirilah Vespa GmbH Augsburg, perusahaan patungan antara Piaggio dan Martial Fane Organisation, kongsi ini kemudian juga menyediakan beberapa bagian bagi Vespa Messerschmitt. Kedua model yang dibuat saat kongsian dengan Messerschmitt (150 Touren dan GS) kemudian dikembangkan dengan beberapa modifikasi. Selain itu Vespa GmbH Augsburg juga melahirkan Vespa 125 cc yang pertama kali diperkenalkan dalam tahun 1958. Produksi berlanjut hingga tahun 1963, yang merupakan saat puncak perubahan scooter dan produksinya yang sudah tidak terlalu banyak. Pada kelanjutannya German kemudian mengimpor Vespa langsung dari Italy.
Dari uraian tersebut di atas dimanakah saudara kandung Vespa Congo kita sebenarnya? Ada beberapa hal yang patut diperhatikan disini yaitu, pertama dari sisi tahun kerjasama antara Piaggio dengan beberapa perusahaan di German dan kedua dari sisi tahun serta nomor produksi yang menyertai Vespa Congo itu sendiri. Dari penulusuran penulis terhadap beberapa Vespa Congo yang ada berdasarkan tahun keluaran dalam BPKB adalah tahun 1958 hingga 1963, hal ini sangat sinkron apabila dikaitkan dengan selesainya tugas Pasukan Garuda Indonesia saat menjadi pasukan penjaga perdamaian di Congo. Untuk kurun waktu tersebut maka kerjasama antara Piaggio dengan Hoffmann tidak masuk hitungan. Hal ini disebabkan kongsian keduanya bubar di tahun 1955 dan produk dari kerjasama itupun berbentuk Vespa dengan model stang sepeda dan menggunakan Fender Light. Kerjasama kedua Piaggio di German bersama Messerschmitt. Dari kerjasama inilah keluar produk Vespa GS yang sering disebut di Indonesia GS versi German dan 150 Touren yang merupakan cikal bakal Vespa Congo kita, akan tetapi kongsian itupun tidak bertahan lama karena di tahun 1957. mereka bubar. Namun pengembangan GS dan 150 Touren terus berlanjut, saat Piaggio kerjasama dengan Martial Fane Organization dengan mendirikan Vespa GmbH Augsburg 1958, dari kerjasama inilah kemudian lahir apa yang kita sebut sebagai Vespa Congo
BrotherScoot in English...
Ride With Pride
Flashing back to the year of 2007, precisely on March 11th, there was a group of STiBA Satya Wacana (also known as School of Foreign Languages Satya Wacana abbreviated to SFL-SW) Students about 10 Students of any grade (some had became alumni) who were united by the resemblance of their transportation means which in this case were Vespa scooter motors that were used to attend any of their school activities inside or outside the campus. They were then ultimately declaring an automotive organization of a Vespa lover named Side Machine BrotherScoot SFL-SW. The name BrotherScoot was chosen after quite long and often discussion and meeting held in which several names were brought to the surface. Among of them are STiBA Scooter Owner Group, Homo Scooterist Vespanicus, Side Machine BrotherScoot SFL-SW, etc. Nonetheless, the name Side Machine BrotherScoot SFL-SW was then chosen as an acclamation due to the meaning contended by the name.
Side Machine was referred to the fact that only Piaggio’s Vespa scooter motor is the only motorcycle in the world which located their motor engine on the side part of the motorcycle as attached. The BrotherScoot it self was actually a compound word made out of the words Brother and Scoot. Brother was referred to the idea of brotherhood relationship that appeared among of those students who declared the organization which comprehend them selves as a family one to other, which were united and inseparable as one. The word Scoot was referred to the type of motorcycle they ride. In completion to that, the label SFL-SW was added by considering that they were all part of the School of Foreign Languages Satya Wacana institution as students.
As times gone by, member of the Side Machine BrotherScoot SFL-SW were expanded not only to students but also to other elements of the institutions. That were, staff and workers of SFL Satya Wacana. The name it self was also revised through the elimination of the words Side Machine. The elimination was committed based on the idea of not being such a selfish nor arrogant scooter motor club by considering the fact that Vespa was not the only classic European scooter imported and brought inside the country over decades but there were others as well such as Lambretta, Motobi, Berlin, and Etc. Even more, members of Side Machine BrotherScoot SFL-SW at that time did not necessarily have to have a Vespa scooter motor. Those who ride any types of motorcycle or even none as long as they were SFL Satya Wacana students or other elements as explained, kin on scooter and have the spirit of socialism inside their mind and soul which leads them to be able to and willing to share to others could join in and become the member of this organization.
Unfortunately, by the year of 2008 a blistering incident happened to this organization, some rejection appeared and was aimed to the appearance of this organization in SFL Satya Wacana livelihood. Such rejection which leads to the elimination of the SFL Satya Wacana’s Label (SFL-SW) on the organization name out of such uncertainty whether The BrotherScoot was still be considered as part of the SFL Satya Wacana institutions or not as one of the Students Activity Unit under the Student’s Senate organization. The organization name had now been changed into The BrotherScoot only with a keep hold upon the former meaning of this compound word.
The BrotherScoot was then expanding the member qualification of joining in not only to the SFL Satya Wacana students but also to the commons as long as they have the same overview to the former members considering about scooter hood. Accidentally, the majority members who joined in after The BrotherScoot “go public” were still students or alumni. Only this time the students or alumni who had joined in were coming from various faculties of different university but SFL Satya Wacana. They were coming from Satya Wacana Christian University (SWCU) Salatiga, Universitas Muhamadiyah Surakarta (UMS) -Mohammedans University of Surakarta, and so on.
As any other motor clubs commonly do, rolling thunder (travelling by motorcycle) had also been done by members of The BrotherScoot and in fact the organization had gotten its noticed, appreciation and respect from other motor clubs through out the country especially the scooter motor clubs by this rolling thunder as they had reached more than 1000km length of their first province to province intra continental touring which was also the second touring done by the BrotherScoot. The first rolling thunder was done to an invitation sent by Magelang Scooter Club which located in the Borobudur temple Magelang Central Java Indonesia due to the inviter club’s 16th anniversary. The second rolling which can also be marked as the introduction touring as what have been explain in the previous paragraph was done due to the invitation of the Pangandaran scooter community -over various scooter clubs- West Java. The invitation was sent over a regular national scooter gathering event which held annually by Pangandaran scooter community. It was quite a nice touring as it was located at the Pangandaran Beach. Both of those rolling thunder activities were taking place on the same year (2008) but of a different month.
Yet the currently challenging as well fascinating rolling thunder done by The
BrotherScoot’s members was the touring done end of this May 2009. It was another province to province intra continental touring which nicely and sophisticatedly done by The BrotherScoot. The destination was again West Java but of a different location. It was Bandung West Java Indonesia which is also known as Parijs Van Java (The Paris of Java) under invitation of the Anniversary of The International Scooter Owner Group where this very city is the Mother Chapter of this organization. The long, hard and winding road to take to the destination had not been such obstacles to The BrotherScoot. Somehow it had been a challenging journey that strengthened the brotherhood ties among all members who involved in that very rolling thunder.
Beside all those rolling thunder activities, The BrotherScoot had also scored an achievement as the organization appointed as a member of the prime committee in charge of an annual international scooter event done on December 2008 under the authority of the Indonesian Scooter Motor Community. The event’s name was The 3rd Java Scooter Rendezvous which was held in Magelang Central Java Indonesia. The Fact that members of The BrotherScoot are mainly university students had probably made the organization of being chosen as member of the committee by considering the responsibility to bare where brain was needed more than muscles more as it was an international occasion in which a serious handling should be committed to have the event done successfully. Yet it was.
The BrotherScoot is proudly declared that this club is different to others as an organization. Others are living because of their members but The BrotherScoot is not as the members are living because of The BrotherScoot. Common clubs order their members to hand in some cash whether weekly, fortnightly or monthly in order to obtain the club’s fund. In the contrary, The BrotherScoot had found a different way in gaining its club’s fund by facilitating members’ hobby in playing music to make it saleable by finding any possible job on music performance involving all members which in the end the cash obtained through out each performance is then split. Some to pay those who performs and the rest amount is kept as the club’s fund which would be use by all means necessarily to cover the club member expends in any given occasion such as, rolling thunder, club’s uniform, merchandising, and so on. One clear example of this could be seen on The BrotherScoot Acoustics Band performance every Friday night starting from 8pm up to 12pm at Tweede Lekker Café on Jl. Brigjend Sudiarto Salatiga.
All the achievements gained by the BrotherScoot had not turned its members into such an arrogant being. The BrotherScoot is willing still to have any relation to others especially motor clubs through out not only this very country but even further this very world. This is aimed not only to show that The BrotherScoot is or just to gain new acquaintances as well but also to learned and share. Such taking and give action of how a club should be organized well. Due to this, in other to build relations to others the BrotherScoot do not based upon the conventional way through out a direct meeting only but also taking the modern way by using the internet. It had built a blog account and a social network account (Blogspot and Facebook). Those who are interested in could check The BrotherScoot’s pages on http://www.wearebrotherscoot.blogspot.com and also its Facebook profile http://www.facebook.com/brotherscoot.
Above all, trough out all the stories above, of all highs and lows, ups and downs, and straight and bends which had been experienced by The BrotherScoot, when a BrotherScoot member is being asked of how they feel of becoming a BrotherScoot member they would be saying: “we are proud of what we are. We ride with pride as we are one; we ride with pride for we have one another and we’ll keep riding to mould as better. We ride with pride because we are BrotherScoot”. One and togetherness is the basic foundation of this organization so to say. Through the motto that always been kept inside of each every the BrotherScoot member “Ex Unitate Vires” which means through unity there is strength, the BrotherScoot members had been tied up one to another. Together they had passed all the obstacles which they had survived from and afraid not to face what to come for each member believe that they would not be alone as other member would willingly support them.
Compliled by: Dhamma Viriya Edward Soepratignja
Selasa, 02 Juni 2009
Paris Van Java 21-24 Mei 2009
Buat Suksenya acara Hancurkan Bandung kemaren kami ucapkan terimakasih kepada:
Tuhan Yang Maha Esa Segala Alam atas perlindunganNya
Temen2 BrotherScoot buat kekompakkannya terutama Bro Kenyut yang dah diinepin 'n direpotin.
Rekan2 Scooter Motorist Ciamis, Kawali (STRESS 'n SMOK), dan Bandung (CSC) buat kebaikan hatinya jg kerelaannya, tak lupa untuk rekan Boja thx dah nemenin ujan2 tunggu kehadiran kami bro.
terakhir buat CIU FANTA, EDAN MANINGGGGG!!!!!! ga ada lo ga rame....
Selasa, 05 Mei 2009
Comment for Brotherscoot
Merek yang keren pelopor scooter sejati….tapi BS bukan karena motor ataupun yang lainya ….mo tau???? karena jiwa kita memang bersaudaraaaa dan didukung dengan hobi yang sama makaaa jadilah sebuah komunitas BS (vespa) Tentunya dengan tujuan yang positif ,o ia..
BS juga punya divisi akustik yg kebetulan ada kesempatan ngejam di cafe,,,,nggak Cuma musik seeh masih buanyakk divisi2 yang laen..mogaa aja tetap solid ampe g tau kpn .bersambung…
BY KANCHIL
Siapa Brotherscoot...?
Perjuangan segelintir mahasiswa untuk mengumpulkan para penggemar vespa dan berjiwa scooterist di kalangan kampus sangatlah besar pada saat itu. Dengan maksud untuk mempererat persaudaraan maka mulailah dengan membuat komunitas vespa. Tentunya sebuah komunitas haruslah mempunyai nama agar dapat dikenal oleh kalangan lain terutama komunitas vespa lain. Setelah melakukan pencarian nama dengan cukup lama maka akhirnya ditetapkanlah komunitas ini bernama BrotherScoot. Artinya persaudaraan dalam ikatan vespa. Tanggal yang ditetapkan sebagai tanggal berdirinya BrotherScoot adalah tanggal 11 maret 2007.
Ini adalah awal dari perjalanan dari Scooterist yang bisa dikatakan pemula tetapi dari semangat inilah lahir BrotherScoot yang mulai beranjak. Dari berbagai pergolakan dan permasalahan yang sudah dilewati dalam perkembangan BrotherScoot saat ini para scooterist ingin menunjukkan existensinya dan keberadaan BrotherScoot di dunia motor terutama vespa. Dari berbagai aktifitas yang telah dilakukan para Scooterist mulai dari touring dari kota ke kota dan berbagai kegiatan lain, kini BrotherScoot memulai kembali menunjukkan keberadaannya kembali melalui unjuk kebolehan para Scooterist bermain alat musik dengan “ngamen” disebuah café… (bersambung)…
By CH_POD